Breaking News
Home / Ulumuddin / Fiqh / Syakhsiyah / Cara, Syarat, Hukum, dan Orang Yang Memandikan Jenazah

Cara, Syarat, Hukum, dan Orang Yang Memandikan Jenazah

 Cara, Syarat, Hukum, dan Orang Yang Memandikan Jenazah

Hukum Memandikan Jenazah

Cara Memandikan JenazahMemandikan jenazah merupakan fardhu kifayah menurut kalangan jumhur ulama, artinya kewajiban ini dibebankan kepada setiap mukallaf yang berada disekitar jenazah, namun jika telah dilakukan oleh sebagian orang, maka gugur pula kewajiban seluruh mukallaf. Merujuk pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibn Abbas RA :

عن ابن عباس رضى الله عنه, أن النبى صلى الله عليه وسلم قال : في الذي سقط عن راحلته فمات اغسلوه بماء وسدر {رواه البخاري ومسلم}

Artinya : Dari Ibn Abbas, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda tentang orang yang jatuh dari kendaraannya lalu mati, “ mandikanlah ia dengan air dan daun bidara” ( HR Bukhari 1186 dan Muslim 2092 )

Syarat Memandikan Jenazah

Saat memandikan jenazah, tidak semua orang diperkenankan kecuali orang yang dianggap penting kehadirannya antara lain :

  1. Orang muslim, berakal, dan baligh cukup umur
  2. Orang yang memandikan jenazah wajib berniat
  3. Orang jujur, shalih, dan dapat dipercaya. Hal ini dimaksudkan untuk menyiarkan hal yang baik dan menutup hal yang jelek tentang si mayit

Orang Yang Memandikan Jenazah

Orang-orang yang paling utama dalam rangka memandikan jenazah :

Jika jenazah itu laki-laki maka harus dimandikan oleh orang laki-laki dan yang lebih utama memandikan jenazah adalah keluarganya. Jika tidak ada keluarga atau tidak mampu memandikanya maka dimandikan oleh orang lain yang biasa memandikan jenazah. Jika tidak ada orang laki-laki maka yang boleh memandikan jenazah laki-laki adalah istrinya dan setelah itu mahram-mahramya yang perempuan.

Sebaliknya jika jenazah itu perempuan maka yang memandikan jenazah harus perempuan dan yang lebih utama memandikan jenazah adalah keluarganya. Jika tidak ada keluarganya atau tidak mampu memandikannya maka dimandikan oleh orang perempuan lain yang biasa memandikan jenazah. Jika tidak ada orang perempuan maka yang memandikanya adalah suaminya dan setelah itu mahram-mahramya yang laki laki.

Jika Perempuan mati dan semuanya yang hidup laki-laki dan tidak ada suaminya atau sebaliknya, jenazah tersebut tidak dimandikan, tetapi ditayamumkan oleh salah seorang dari mereka dengan lapis tangan. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :

اذاماتت المرأة مع الرجال ليس معهم امرأة غيرها والرجل مع النساء, ليس معهن رجل غيره فإنهما ييمنان ويدفنان, وهما بمنزلة من لم يجد الماء

Artinya : Jika seorang perempuan meninggal dilingkungan laki-laki dan tidak ada perempuan lain atau laki-laki meninggal dilingkungan perempuan dan tidak ada laki-laki selainnya maka hendaklah mayat-mayat itu ditayamumkan, lalu dimakamkan. Keduanya itu sama halnya dengan orang yang tidak mendapatkan air. ( HR Abu Dawud dan Al-Baihaqi)

Cara Memandikan Jenazah

Adapun tata cara memandikan jenazah yang lengkap sebagai berikut:
– Jenazah diletakkan di tempat yang tinggi seperti dipan atau balai agar tidak terkena percikan air atau basuhan yang telah mengalir dari tubuhnya dengan posisi tidur terlentang seraya menghadap Kiblat, Tengkuk diangkat sedikit agar air dapat mengalir
– Memandikan jenazah di tempat yang tertutup dan tidak boleh ada yang masuk kecuali yang memandikan dan pembantunya dan caranya agar tubuh jenazah ditutup atau dilapisi dengan kain tipis agar auratnya atau sesuatu yang buruk dalam tubuhnya tidak terlihat.
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Ketika para sahabat ingin memandikan jenazah Rasulullah saw, mereka berbeda pendapat. Mereka berkata: “Kami tidak tahu apakah kami membuka pakaiannya?”. Ketika mereka sedang berselisih pendapat, Allah telah menidurkan mereka. Kemudian berkata seseorang dari sebelah rumah dan mereka tidak mengetahui siapa dia, dia berkata: Mandikanlah Nabi dengan berpakaian. (HR Bukhari Muslim)
– jika saat memandikan jenazah melihat sesuatu yang bagus pada diri jenazah, maka boleh untuk dibicarakan. Namun sebaliknya apabila melihat sesuatu yang buruk pada diri jenazah, maka tidak boleh dibicarakan, sebab hal itu termasuk ghibah .
– Pada waktu memandikan jenazah diusahakan bagi yang memandikan jenazah dan pembantunya sedapat mungkin tidak melihat pada aurat jenazah. Sebagaimana tidak boleh melihat aurat orang hidup maka bagi yang sudah mati lebih mulia untuk tidak dilihatnya
– Memandikan jenazah dengan air bersih dan dingin dicampur dengan bidara
– Perut jenazah ditekan dengan tangan kiri agar kotoran yang ada di dalam perutnya keluar, atau dengan cara didudukan. Kemudian menuangkan air dan membersihkan kotoran. Hal ini dilakukan agar kotoran tidak keluar lagi setelah dimandikan.
– Jenazah direbahkan telentang kembali untuk dibersihkan aurat depan dan belakangnya, dan daerah sekitarnya dengan tangan kiri yang telah terbungkus kain
– Kemudian mengambil kain berikutnya untuk membersihkan gigi dengan jari telunjuk dan membersihkan lubang hidungnya dari kotoran.
– Jenazah di-wudlu-kan sebagaimana orang yang masih hidup dengan melaksanakan rukun dan sunah wudhu. Dan yang perlu diperhatikan adalah ketika berkumur atau saat memasukkan air ke hidung, jangan sampai air masuk ke dalam yaitu dengan cara kepala jenazah hendaknya agak di angkat.
– Membasuh kepala, jenggot jenazah juga dibasuh dan disisir perlahan-lahan. Jika ada rambut yang rontok sunnat diambil dan nanti diletakkan di dalam kain kafan.
– Kemudian membasuh anggota badan depan jenazah yang sebelah kanan mulai dari leher sampai ujung kakinya. Kemudian dilanjutkan pada bagaian yang sebelah kiri.
– Jenazah dimiringkan ke kiri untuk dibasuh bagian belakang mulai dari tengkuk sampai ujung kaki. Kemudian dimiringkan ke kanan untuk dibasuh bagian yang sebelahnya. Semua basuhan di atas disunnatkan memakai air bidara atau sejenisnya
– Basuhan kedua memakai air murni (tanpa campuran) sebagai pembilas (pembersih). Pembasuhan ini dilakukan dari kepala sampai ke kaki sebanyak tiga kali
– Basuhan ketiga memakai air yang sudah dicampur sedikit kapur barus yang sekira tidak sampai merubah keadaan air, begitu pula pembasuhan ini dilakukan tiga kali
Sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Ummu ‘Athiyyah ra “Nabi menemui kami sedangkan kami kala itu tengah memandikan putrinya (zainab), lalu beliau bersabda: Mandikanlah dia tiga kali, limakali, atau lebih dari itu. Jika kalian memandang perlu, maka pergunakan air dan daun bidara. (Ummu’Athiyyah mengatakan, maka kukatakan : Dengan ganjil? Beliau menjawab: Ya). Dan buatlah di akhir mandinya itu tumbuhan kapur atau sedikit darinya. Dan jika kalian sudah selesai memandikannya, beritahu aku. Setelah selesai memandikan kami pun memberitahu beliau. Maka beliau melemparkan kain kepada kami seraya bersabda: pakaikanlah ini sebagai penutup tubuhnya. (Ummu ‘Athiyyah berkata: dan kami menyisirnya menjadi 3 kepang). (dan dalam sebuah riwayat disebutkan: maka kami menguraikan rambutnya dan kemudian membasuhnya). (Maka kami mengurai rambutnya menjadi 3 kepang: bagian atas dan ubun-ubunnya, dan meletakkan dibelakangnya). Ia berkata: Beliau bersabda: mulailah dengan anggota tubuhnya yang kanan serta anggota-anggota wudhunya.”. (HR. Bukhari Muslim)
– Sendi sendinya dilunakkan agar mudah disiapkan dalam pengafanan.
– Lalu dikeringkan tubuhnya dengan handuk dengan seksama sampai tidak ada lagi air di tubuhnya yang bisa membasahi kafannya.

Demikian artikel tentang Cara, Syarat, Hukum, dan Orang Yang Memandikan Jenazah. semoga memberi manfaat bagi kita.

====

Silahkan like FB Fan Page Facebook atau follow Twitter

====

Facebook Comments Box

Review Overview

Cara, Syarat, Hukum, dan Orang Yang Memandikan Jenazah

Penulis : M. Nawir Mansyur

User Rating: 3.5 ( 1 votes)

Check Also

Hukum Memakai Rambut Palsu atau Wig

Perkembangan sosial tentu diikuti model gaya hidup yang semakin berkembang pula, berikut pula cara berpenampilan. …