Breaking News
Home / Ulumuddin / Fiqh / Muamalah / Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis Bank

Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis Bank

Pengertian, Dasar Hukum, dan Jenis Bank

BankBank termasuk persoalan yang baru di kenal dalam khazanah hukum islam. Para ulama sepakat tidak menolak kehadirannya di lingkungan umat islam, dengan mempertimbangkan manfaat yang diberikannya.

Pengertian Bank

Menurut undang-undang nomor 7 tahun 1992, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Dr. Faud Mohd Fachruddin mengatakan bahwa bank adalah suatu perusahan yang memperdagangkan utang-piutang, baik yang merupakan uangnya sendiri maupun orang lain, mengadakan uang untuk kepentingan umum, tidak membekukannya,dan tidak pula menimbulkan kekayaan dalam satu tangan. Bank merupakan tempat kepercayaan umum berdasarkan ia sendiri menjaga kepercayaan umum, merupakan tempat penyimpanan yang terbaik dan aman, serta tempat meminjam (dana) yang teratur.

Berdasarkan definisi di atas dapat diklasifikasikan bahwa perbankan berfungsi untuk :

  1. Menyimpan dana masyarakat
  2. Menyalurkan dana masyarakat ke public,
  3. Memperdagangkan utang piutang,
  4. Mengatur dan menjaga stabilitas peredaran uang,
  5. Tempat menyimpan harta kekayaan (uang dan surat berharga) yang terbaik dan aman, dan
  6. Menolong manusia dalam mengatasi kesulitan ekonomi keuangan.

Bank  merupakan hasil perkembangan cara-cara penyimpanan harta benda didirikan dengan tujuan, antara lain :

  1. Menolong manusia dalam banyak kesulitan, (peminjaman uang cash atau kredit);
  2. Meringankan hubungan antara para pedagang dan pengusaha dengan memperlancar pemindah uang (money-transfer);
  3. bagi hartawan untuk menjaga keamanan dan member perlindungan dari tangan penjahat dan pencuri dengan menyimpan di tempat yang aman;
  4. untuk kepentingan dan perkembangan, baik nasional maupun internasional dalam seluruh bidang hidup.

Dasar Hukum Bank

Seperti di kemukakan di atas bahwa masalah ini adalah persoalan baru dalam khazanah hukum islam. Para ulama masih memperdebatkan keabsaannya. Untuk memahaminya lebih jelas, beberapa pandangan mengenai hukum perbankan berikut, yaitu mengharamkannya, tidak di haramkannya, dan syubhat (samar-samar).

Kelompok yang mengharamkan

Abu Zahrah (guru besar fakultas hukum, Kairo, Mesir), Abu A’la al-Madudi (ulama Pakistan) dan Muhammad Abdullah al-A’rabi (Kairo) mengemukakan bahwa hukumnya adalah haram. Oleh sebab itu, kaum muslimin tidak di bolehkan mengadakan hubungan dengan memakai sistem bunga, kecuali dalam keadaan darurat atau terpaksa.

Keharaman dikaitkan dengan pemberian bunga terhadap nasabah. Bunga dalam pandangan ini adalah riba nasi’ah sedangkan riba nasi’ah di larang dalam hukum islam. Oleh sebab itu, bank haram hukumnya.

Kelompok yang tidak mengharamkan

Syekh Muhammad Syaltut dan A. Hassan mengatakan bahwa kegiatan bermuamalah kaum muslimin dengan perbankan bukan merupakan perbuatan yanhg di larang. Bunga bank di Indonesia tidak bersifat ganda, seperti di gambarkan dalam surah Ali ‘imran Ayat 130.

Kelompok yang menganggap syubhat (samar)

Perbankan merupakan perkara yang belum jelas kedudukan hukumnya dalam islam karena bank sebuah produk baru dan tidak ada nashnya. Yang ada nashnya adalah hal-hal yang telah jelas kedudukan hukumnya, termasuk yang halal dan haram. Hal yang belum ada nash dan masih di ragukan inilah termasuk barang syubhat (samar).

Berdasarkan kepentingan umum atau manfaat  social yang sangat signifikan bagi umat maka berdasarkan kaidah ushul (maslahah mursalah) bank masih tetap di pakai dan di bolehkan. Ketentuan ini berlaku hanya untuk perbankan non-swasta (pemerintah). Tidak berlaku bagi bank swasta dengan alasan tingkat kerugian pada bank swasta sangat tinggi di bandingkan dengan milik pemerintah.

Jenis-Jenis Bank

Di lihat dari jenis atau sistem pengelolaannya, dapat di kelompokkan menjadi bank konvensional (dengan system bunga) dan bank syariah (dengan sistem bagi hasil).

Bank konvensional

Perbankan dengan sistem (konvensional) ada dua jenis, yaitu bank umum dan perkreditan rakyat. Untuk mengetahui perbedaan keduanya dapat dilihat dari kegiatan usaha masing-masing bank tersebut.

1)      Usaha bank umum,antara lain

a)      Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan bentuk lain yang di persamakan dengan itu;

b)      Memberikan atau menyalurkan kredit;

c)       Menerbitkan surat pengakuan utang;

d)      Memindahkan uang bank utuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;

e)      Menempatkan dana pada peminjaman dana dari atau memijamkan dana kepada bank lain baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel, atau saran lain;

f)       Menerima pembayaran atau tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;

g)      Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

h)      Melakukan kegiatan penitipan untuk ke[entingan pihak lain berdasar kontrak bersama;

i)        Melakukan penempatan diri dari nasabah ke nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;

j)        Membeli melalui pelelangan agunan, baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajiban pada bank, dengan ketentuan agunan yang di beli tersebut wajib du cairkan secepatnya;

k)      Melakukan kegiatan piutang dan usaha kartu kredit;

l)        Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalak peraturan pemerintah;

m)    Melakuka kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan undang-undang dan peraturan undang-undang yang berlaku.

Di samping ketentuan tersebut, bank umum juga berfungsi dalam mengurusi beberapa hal berikut, yaitu

a)      Melakukan kegiatan dalam hal valuta asing

b)      Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti asuransi, sewa guna usaha, perusahaan efek, lembaga kliring

c)       Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi kegagalan kredit

d)      Menempatkan dananya dalam Bentuk Sertifikat Indonesia (SBI) deposito berjangka, sertifikat deposito, atau tabungan pada pihak bank lain.

Bank Syariah (prinsip bagi hasil)

Para ulama belum ada kata sepakat tentang status perbankan konvensional, sebagai mana di terangkan di atas yang dalam operasioalnya memakai system bunga. Oleh karena itu, salah satu jalan keluarnya adalah membentuk bank syariah dengan prinsip bagi hasil.

Ketentuan dalam islam, semua jenis usaha (perbankan) yang menggunakan system bunga adalah haram, sebagaimana yang dijelaskanm dalam firman Allah swt.

 ¨@ymr&ur ª!$# yìø‹t7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 ÇËÐÎÈ

Artinya:

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan menghalalkan riba (Q.S. al-Baqarah/ 2: 275

Perintah Allah swt dalam jual beli hendaklah dengan akad saling suka sama suka, sebagaimana di jelaskan dalam hadits berikut

Artinya:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّي للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِنَّمَا البَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ.رواه ابى حبا ى وابى ما

Rasulullah saw bersabda, “sesungguhnya jual beli hanya sah dengan saling kerelaan”  (H.R. ibnu Hibban dan Ibnu Majah: 2176

Berdasarkan ketidakjelasan hukum perbankan konvensional maka didirikan beberapa bank syariah, seperti Nasser Sosial Bank (Kairo), Al-amanah Islamic Investmen bank (Filipina), dan Islamic Development bank (IDB). Sampai saat ini diperkirakan terdapat ratusan bank islam terbesar di seluruh dunia, baik di Negara islam maupun di Negara Eropa.

Pendirian perbankan syariah dengan prinsip bagi hasil sudah sejak lama di cita-citakan oleh umat islam. Hal itu terungkap antara lain dalam keputusan Majlis Tarjih Muhammadiyah yang diadakan di Sidoarjo Jawa Timur tahun 1968 yang menyerahkan pada pimpinan pusat Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi sistem perekonomian, khususnya lembaga perbankan yang sesuai dengan kaidah islam. Setelah mengadakan berbagai usaha demikian berat, akhirnya pemerintah pada 30 oktober 1992 mengeluarkan peraturan pemerintah (PP) no. 72 tahun  1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil dan diundangkan tanggal 30 oktober 1992 dalam lembaran republik Indonesia no. 119 tahun 1992.

Adapun perbedaan antara bank syariah dengan  sistem bagi hasil dan bank konvensional terletak pada sistem pengawasan perbankan syariah yang dilakukan oleh dewan syariah. Dengan perkataan lain, pengelolaan dan produk bank syariah harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari dewan bank syariah yang di luncurkan ke masyarakat luas. Perbedaan lain bahwa perbankan kovisional dalam sistem operasionalnya di dasarkan pada bunga. Jadi, motif orang yang menanamkan uangnya tidak lain mwncari keuntungan dengan mengharap bunga, sedangkan pada perbankan syariah para nasabah tidak bermotifkan mencari keuntungan atau bunga (bunga), mencari dana keuntungan dari bagi hasil. Dana yang di titipkan pada bank syariah semata-mata disalurkan untuk  kepentingan kemaslahatan publik yang membutuhkannya, yang diatur dengan perjanjian bahwa keuntungan yang di peroleh dari hasil usaha tersebut akan di bagi sesuai dengan kesepakatan.

Demikian artikel mengenai pengertian dasar hukum, dan jenis  bank. semoga bermanfaat

====

Silahkan like FB Fan Page Facebook atau follow Twitter

====

Facebook Comments Box

Review Overview

Pengertian Lengkap Bank

Editor : Zaman

User Rating: Be the first one !

Check Also

Hukum Memakai Rambut Palsu atau Wig

Perkembangan sosial tentu diikuti model gaya hidup yang semakin berkembang pula, berikut pula cara berpenampilan. …