Pengertian dan Hukum Transfusi Darah
Pengertian Transfusi Darah
Transfusi darah, adalah terjemah dari bahasa inggris “Blood Transfution”. Kemudian diterjemahkan oleh dokter arab menjadi نَقْلُ الدَّمِ لِلعِلَاجِ (memindahkan darah karena kepentingan medis).
Lalu Dr. Ahmad Sofian mengartikan transfusi darah dengan istilah “pindah-tuang darah”, sebagaimana dikemukakannya dalam rumusan definisinya yang berbunyi:
“pengertian pindah-tuang darah adalah memasukkan darah orang yang akan ditolong”.
Sedangkan Asy-Syekh Husain Muhammad Makhluuf merumuskan definisinya sebagai berikut:
نَقْلُ الدَّمِ لِلْعِلَاجِ هُوَالْاِنْتِفَاعُ بِدَمِ الْاِنْسَانِ. بِنَقْلِهِ مِنَ الصَّحِيْحِ اِلَى الْمَرِيْضِ لِاِنْقَاذِ حَيَاتِهِ.
Artinya:
“Transfusi darah adalah memanfaatkan darah manusia, dengan cara memindahkannya dari (tubuh) orang yang sehat kepada orang yang membutuhkannya, untuk mempertahankan hidupnya”.
Hukum Transfusi Darah
Pada dasarnya, darah yang dikeluarkan dari tubuh manusia, termasuk najis mutawasithah menurut Hukum Islam. Maka agama Islam melarang mempergunakannya; baik secara langsung maupun tidak. Dan keterangan tentang haramnya mempergunakan darah, terdapat pada beberapa ayat yang didalalahya sharih; antara lain berbunyi:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ (٣)
Artinya:
Diharamkan bagimu (mempergunakan) bangkai, darah, daging babi, daging hewan yang disembelih bukan atas nama Allah….
Tetapi bila berhadapan dengan hajat manusia untuk mempergunakannya karena keadaan darurat, sedangkan sama sekali tidak ada bahan lain yang dapat dipergunakan untuk menyelamatkan nyawa seseorang seperti transfusi darah, maka najis pun boleh dipergunakannya sekedar kebutuhan untuk mempertahankan kehidupan; misalnya seseorang yang menderita kekurangan darah karena kecelakaan, maka hal itu dibolehkan dalam Islam untuk menerima darah dari orang lain, yang disebutnya ”transfusi darah”. Hal tersebut, sangat dibutuhkan (dihajatkan) untuk menolong seseorang yang keadaannya darurat, sebagaimana keterangan Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ الضَّرُوْرَةِ عَامَّةً كَانَتْ اَوْخَاصَّةً.
Artinya:
“Perkara hajat (kebutuhan) menempati posisi darurat (dalam menetapkan hukum islam), baik yang bersifat umum maupun yang khusus”.
لاَحَرَامَ مَعَ الضَّرُوْرَةِ وَلاَكَارَاهَةَ مَعَ الْحَاجَةِ.
Artinya:
“Tidak ada yang haram bila berhadapan dengan keadaan darurat, dan tiada yang makruh bila berhadapan dengan hajat (kebutuhan)”.
Maksud yang terkandung dalam kedua qaidah tersebut menunjukkan bahwa Agama Islam membolehkan hal-hal yang makruh dan yang haram bila berhadapan dengan hajat dan darurat. Dan boleh melakukan transfusi darah untuk menyelamatkan pasien, karena keadaan darurat yang tertentu. Akan tetapi hal ini tidak boleh dijadikan alasan untuk memakanny; karena kebolehannya hanya terbatas pada transfusi saja.
Memang dalam Islam membolehkan memakan darah binatang bila betul-betul dalam keadaan darurat; sebagaimana keterangan ayat dalam Al Quran yang berbunyi:
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٧٣)
Artinya:
“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika disembelih) disebut nama selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya), padahal ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Bila keadaan darurat yang dialami oleh seseorang hanya membutuhkan transfusi darah saja, maka Agama Islam melarangnya untuk digunakan kepada hal-hal lain, karena dibutuhkannya hanya untuk transfer kepada pasien saja. Hal ini sesuai dengan maksud Qaidah Fiqhiyah yang berbunyi:
مَااُبِيْحَ لِلضَّرُوْرَةِ بِقَدْرِ تَعَزُّرِهَا.
Artinya:
“Sesuatu yang dibolehkan karena keadaan darurat, (hanya diberlakukan) sekedar untuk mangatasi kesulitan tertentu”.
Dan kalau orang yang menerima bantuan transfusi darah dibebani pembayaran biaya administrasi dan imbalan jasa kepada dokter, perawat dan donor darah; maka hal ini dibolehkan pula dalam Islam, asalkan pembayaran itu dapat terjangkau oleh orang yang menerima bantuan darah. Karena dengan cara mengumpulkan dana dari pasien, berarti yayasan atau badan yang bergerak dalam pengumpulan darah dari para pendonor, dapat menjalankan tugasnya dengan lancar. Sebab dana tersebut dapat digunakan untuk menutupi kebutuhan-kebutuhan dalam tugas operasional yayasan atau badan tersebut, termasuk gaji dokter, perawat, biaya peralatan medis dan perlengkapan lainnya. Tentu saja, dana bersumber dari transfusi darah, boleh digunakan untuk biaya hidup para pegawai dan karyawan Yayasan atau badan yang mengelola transfusi darah.
Demikian artikel seputar Pengertian dan Hukum Transfusi Darah, semoga bermanfaat.
Editor : M. Nawir Mansyur
====
silahkan like FB Fanspage ponpesalbadar dan follow twitter ponpesalbadar
====