Hukum Menghormati Bendera
Menghormati bendera merupakan hal yang sering dilakukan oleh semua kalangan, mulai anak anak sekolah hingga aparat Negara maupun masyarakat terutama pada sebuah upacara. Terjadi pertanyaan yang cukup mendasar terkait hal tersebut, bolehkah melakukan penghormatan kepada selain Allah SWT sebab dikhawatirkan dapat membawa kemusyrikan.
Penghormatan terhadap bendera itu bukan karena zat bendera itu sendiri, tetapi lebih pada mengenang mereka yang berkorban untuk kedaulatan suatu tanah air. Jadi bentuk penghormatan kepada bendera sama sekali berbeda dengan penghormatan dalam arti penyembahan. Penghormatan bendera ini sama persisi dengan kita menghormati orang alim, orang saleh, orang tua, dan orang-orang yang ramah.
Untuk membangkitkan semangat berjuang, Rasulullah SAW sendiri menggunakan panji-panji di sejumlah peperangan. Berikut ini riwayat Anas bin Malik RA.
عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قال النبي صلى الله عليه وسلم أخذ الراية زيد فأصيب ثم أخذها جعفر فأصيب ثم أخذها عبد الله بن رواحة فأصيب وإن عيني رسول الله صلى الله عليه وسلم لتذرفان ثم أخذها خالد بن الوليد من غير إمرة ففتح له
Artinya, Dari Anas RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW menceritakan bagian dari perang Mu’tah, “Panji perang dipegang oleh Zaid, lalu ia gugur. Panji perang kemudian diambil alih oleh Ja‘far bin Abi Thalib, ia pun kemudian gugur. Panji diraih oleh Abdullah bin Rawahah, ia pun gugur [sampai di sini kedua mata Rasulullah SAW berlinang air mata, kata Anas]. Panji perang lalu diambil Khalid bin Walid dengan inisiatifnya. Ia maju menghantam pasukan musuh hingga mereka takluk di tangannya,” (HR Al-Bukhari).
Sekali lagi bendera ini bukan perihal baru. Ini bahkan sudah menjadi tradisi masyarakat Arab sebelum Islam. Tradisi bendera sebagai salah satu alat efektif untuk mengobarkan semangat masyarakat demi menjaga kedaulatan tanah air digunakan oleh Rasulullah SAW. Keterangan Ibnu Hajar Al-Asqalani berikut ini dapat membantu kejelasan masalah.
وكان النبي صلى الله عليه و سلم في مغازيه يدفع إلى رأس كل قبيلة لواء يقاتلون تحته
Artinya, “Rasulullah SAW dalam sejumlah peperangannya memberikan panji-panji kepada setiap pemimpin kabilah. Di bawah panji itu mereka berperang membela keadilan dan kedaulatan,” (Lihat Ibu Hajar Al-Asqalani, Fathul Bari Syarhu Shahihil Bukhari, Beirut, Darul Ma’rifah, Tahun 1379, Juz 6, Halaman 127).
Kalau penghormatan bendera itu dipahami sebagai bentuk ungkapan cinta dan semangat menjaga tanah, maka tidak satu pun dalil yang secara spesifik mengharamkan praktik ini. Dan semua larangan sudah disebutkan secara spesifik oleh Allah. Dalam firman-Nya Allah menegaskan sebagai berikut.
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
Artinya, “Sungguh, Dia telah menerangkan dengan rinci apa saja yang Dia haramkan kepadamu,” surat Al-An‘am ayat 119.
Dua hadits berikut ini dapat memperkaya pemahaman terhadap Surat Al-An‘am ayat 119 di atas. Berikut ini sabda Rasulullah yang menyatakan bahwa segala sesuatunya baik kewajiban maupun larangan telah dijelaskan.
Suatu saat jelang kemerdekaan Indonesia, dilaksanakan bathsul masail. Terjadi perdebatan tentang boleh tidaknya hormat bendera merah putih. Debat mengalami jalan buntu, akhirnya mbah Hamid Pasuruan yang dikenal alim urusan fiqh diundang untuk menjawabnya. Dengan ringan dan cepat, mbah Chamid membolehkan hormat bendera dengan dasar nadhom syiir:
أمر على الديارِ ديارُ ليلى..أقبل ذا الجدار وذا الجدار
وما حب الديار شغفن قلبي..ولكن حب من سكن الديار
Jadi orang mencium rumah bukan karena cinta rumahnya, akan tetapi cinta pada penghuninya. Begitu juga hormat bendera, bukan kita hormat apalagi nyembah kepada bendera, akan tetapi hormat kepada yang telah memberikan kemerdekaan (ALLAH SWT). Hasil bathsul masail ini dibawa mbah Wahab ke Jakarta untuk disampaikan ke bung Karno dan para pendiri bangsa (cerita dari gus Imron Singosari dan gus Rozaq)
Demikian sekilas mengenai hukum menghormati bendera, semoga bermanfaat.
====
Silahkan like Facebook Fan Page albadarparepare atau follow twitter ponpesalbadar
====
Referensi : disarikan dari berbagai sumber