Pengertian Menimbun Barang
Menimbun barang komoditi kadang terdengar beritanya dinegara kita, apalagi jika menjelang hari hari besar terentu seperti misalnya untuk mengendalikan harga agar terus naik sehingga barang koomoditi yang ditimbun menjadi mahal.
Para ulama memberikan definisi tentang ihtikar (penimbunan) yang secara umum meliputi hal-hal berikut: membeli barang ketika harga mahal, menyimpan barang tersebut sehingga kurang persediaannya di pasar.
Kejahatan menimbun barang sering dilakukan oleh pelaku ekonomi. Kejahatan tersebut dilakukan secara bersama sama sehingga kebutuhan menjadi langka dipasaran. Tentu saja suasana seperti mendorong pelaku ekonomi menaikkan harga barang dagangannya sehingga penjual menaikkan harga.
Hukum Menimbun Barang
Para ulama sepakat bahwa “menimbun” (ihtikâr) hukumnya adalah dilarang (haram). Baik ulama dari madzhab Hanafiyah misalnya Ibnu ‘Abidin dalam karyanya Raddul Muhtâr atau az-Zailia’iy dalam karyanya Tabyînul Haqâiq, ulama Malikiyah misalnya dalam kitab al-Muntaqa ‘alal Muwattha atau al-Gharnathiy dalam karyanya al-Qawânîn al-Fiqhiyah, ulama Syafi’iyah misalnya al-Khathib al-Syirbiniy dalam karyanya Mughnil Muhtâj atau as-Syiraziy dalam karyanya al-Muhaddzab dan syarahnya yaitu kitab al-Majmû’ an-Nawawiy juga Zainuddin al-Malibbariy dalam Fathul Mu’în dan Syarahnya yaitu kitab I’ânatut Thâlibîn karya Muhammad Syatha ad-Dimyathiy, maupun ulama Hanabilah misalnya Ibnu Qudamah dalam karyanya al-Mughni. Pada intinya sesuai hadits Nabi SAW :
عَنْ مَعْمَرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم. قَالَ: لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
Tidaklah seseorang melakukan penimbunan melainkan dia adalah pendosa.
Sepeninggal Rasulullah SAW, modus operandi penimbunan barang kebutuhan sehari hari kerap dilakukan oleh pedagang Madinah dan semakin merajalela, hingga akhir kekhalifaan Khalifah saat itu sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq, ketika khalifah Umar ibn Khattab memegang tampuk kekuasaan, beliau memanggil penimbun barang dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Salah seorang diantara mereka memberanikan diri menjawab bahwa kami menimbun bahan pokok ini karena kami yang memilikinya dan berhak mengelolanya. Dijawab oleh Khalifah Umar bin Khattab : Rasulullah SAW pernah bersabda : barangsiapa yang menimbun bahan pokok, sehingga barang tersebut langka, maka pelakunya akan ditimpakan sangsi oleh Allah pada hari kiamat dan mendapat penyakit kusta dan kemelaratan.
Orang yang mendatangkan (makanan) akan dilimpahkan riskinya, sementara penimbun akan dilaknat
Juga hadits yang diriwayatkan melalui Mu’ammar al-‘Adwiy:
Tidak akan menimbun barang, kecuali orang yang berbuat salah.
Hadits yang diriwayatkan melalui Ibn Umar:
Siapa menimbun makanan selama 40 malam, maka ia tidak menghiraukan Allah, dan Allah tidak menghiraukannya
Beberapa Hadits yang diriwayatkan melalui Abu Hurairah :
Siapa menimbun barang dengan tujuan agar bisa lebih mahal jika dijual kepada umat Islam, maka dia telah berbuat salah.
Siapa yang suka menimbun makanan orang-orang Islam, maka Allah akan mengutuknya dengan penyakit kusta dan kebangkrutan. (HR Ibnu Majah, sanad hadit ini hasan).
Alasan hukum mengapa pula kesengsaraan (al-madlarrah), dimana dalam menimbun ada praktek-praktek yang menyengsarakan (al-madlarrah) orang lain, yang hal tersebut tidak sejalan dengan tujuan syari’at Islam yaitu menciptakan kemaslahatan (tahqîq al-mashâlih) dengan langkah mendatangkan kemanfa’atan (jalbul manfa’ah) dan membuang kesengsaratan (daf’ul madlarrah). Apalagi kalau diperhatikan perbuatan menimbun merupakan hanya berupaya mencari keuntungan bagi dirinya sendiri diatas penderitaan orang lain.
Demikian beberapa kesimpulan mengenai Pengertian dan Hukum Menimbun Barang, semoga bermanfaat.
Silahkan berkunjung ke laman sosial kami