Pengertian, Hukum Memindahkan Pekuburan dan Memindahkan Mayat
Pengertian Memindahkan Pekuburan dan Memindahkan Mayat
Ada dua istilah yang akan diberi pengertian pada pembahasan ini, karena penulis menganggapnya bahwa keduanya mempunyai segi-segi perbedaan, yang dapat dilihat pada uraian berikut ini. Kedua istilah tersebut adalah memindahkan pekuburan dan memindahkan mayat.
Memindahkan pekuburan, diartikan sebagai perkataan نَقْلُ الْمَقَلبِرِ oleh penulis Arab. Maka dapat dirumuskan definisinya sebagai berikut:
“memindahkan pekuburan adalah suatu upaya memindahkan pekuburan dari suatu lokasi kepad lokasi yang lain, karena pekuburan yang lama tidak dapat lagi berfungsi sebagaimana biasanya, atau ada pertimbangan-pertimbangan lain yang mendesaknya”
Sedangkan memindahkan mayat, diartikan sebagai perkataan نَقْلُ الْاَمْوَاتِ oleh penulis Arab. Maka dapat dirumuskan definisinya sebagai berikut:
‘memindahkan mayat adalah upaya memindahkan mayat atau tulang-tulangnya, disuatu daerah ke daerah yang lain, karena telah diwasiatkan oleh si mayat ketika ia masih hidup, atau karena pertimbangan lain dari keluarganya”.
Memindahkan mayat belum tentu memindahkan pekuburan; yaitu hanya menyatakan saja yang dipindahkan dari pekuburan yang baru. Jadi kalau memindahkan mayat, berarti pekuburan yang pernah di tempatinya, tetap berfunsi sebagaimana biasanya. Lain halnya kalau memindahkan pekuburan,memeng pekuburan yang lama tidak berfungsi lagi sebagaiman biasanya
Motivasi Yang Melandasi Diadakannya Pemindahan Pekuburan Dan Pemindahan Mayat
- Motivasi pemindahan pekuburan
Ada beberapa motivasi yang melandasi diadakannya pemindahan pekuburan; antara lain;
- Karena pekuburan yang lama terletak pada areal yang terancam bencana alam, misalnya terkena kikisan ombak dari laut, kikisan air sungai atau tanah longsor dan sebagainya. Kalau pekuburan semacam itu tidak segera dipindahkan ke tempat lain, maka suatu ketika tulang-tulang mayat akan berserakan kemana-mana, yang seharusnya dalam agama islam tidak boleh demikian halnya. Oleh karena itu, masyarakat mengupayakan untuk memindahkannya ketempat yang lebih aman dari ancaman tersebut.
- Karena dibawah perkuburan yang lama di temukan sumber kekayaan alam yang sangat berguna untuk kesejahteraan masyarakat, sehingga pemerintah merencanakan untuk mengeksploitasikan pertambangan di lokasi itu. Maka pekuburan yang ada di lokasi tersebut, segera dipindahkan ke tempat lain.
- Karena di lokasi pekuburan yang lama menjadi areal yang strategis untuk ditempati membangun saran atau prasarana sosial, misalnya akan ditempati membangun gedung sekolah, rumah sakit, pusat perbelanjaan, jalan raya, pengairan dan sebagainya. Dari tuntutan kehidupan seperti ini, menjadi motivasi yang melandasi sehingga diadakan pemindahan pekuburan ke lokasi yang lain.
- Motivasi Pemindahan Mayat
Ada bebrapa motivasi yang melandasi sehingga diadakan pemindahan mayat, antara lain:
1) Karena ada wasiat dari si mayat ketika ia masih hidup, yaitu pernah mewasiatkan kepada keluarganya, agar nantinya di kuburkan berdekatan dengan kuburan keluarga-keluarganya yang telah mendahuluinya. Akan tetapi, karena suatu hal, sehingga ia dikuburkan di daerah yang sangay jauh dari tempat yang telah diwasiatkannya. Dan untuk merealisir wasiat itu, maka keluarga-keluarganya berupaya memindahkan mayatnya atau tulang-tulangnya ke temapat yang telah diwasiatkannya.
2) Karena keinginan keluarganya untuk menguburkannya di daerah asalnya, yaitu pemindahan mayat yang bukan karena wasiat, tetapi hasil kesepakatan keluarg-keluarganya untuk mendekatkan kuburan si mayat dengan kuburan nenek moyangnya, untuk memudahkan menziarahinya.
Hukum Memindahkan Pekuburan dan Memindahkan Mayat
Ketentuan Hukum Tentang Pemindahan Pekuburan
Untuk menentukan kepastian hukum mengenai pemindahan pekuburan, maka dapat dikemukakan keterangan Sayyid Saabiq dalam kitab Fiqhus Sunnah, juz 1 halaman 473 yang mengatakan bahwa sebenarnya diharamkan memindahkan pekuburan, kecuali kalau betul-betul dalam keadaan darurat, misalnya pekuburan itu selalu tergenang banjir atau tidak pernah lagi kering dan sebagainya.
As-Suyuuthi mengemukakan pendapatnya dalam kitab Asybaah Wan-Nazhaair Fil-Furuu’, halaman 61 yang mengatakan, bahwa minimal ada lima macam alasan yang menjadi dasar pertimbangan dalam menempuh darurat, yaitu:
1) Pertimbangan hajat (Al-Haajah) : yaitu kebutuhan yang sangat mendesak, sehingga manusia seharusnya mencari jalan keluar,
2) Pertimbangan manfaat (Al-Manfa’ah); yaitu upaya mencari untuk meningkatkan taraf hidup manusia
3) Pertimbangan keutamaan (Al-Fardhuul); yaitu upaya untuk mencari sesuatu yang lebih utama agar mencapai tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan hidup
4) Pertimbangan ketertiban dan keindahan (Az-Zinah); yaitu upaya untuk menertibkan dan memberi nilai keindahan kepada sesuatu agar manusia selalu senang dan tenang
5) Pertimbangan berhalangan atau ‘Udzur (At-Tadzniib); yaitu menempuh dispensasi (keringanan) hukum karena mengalami suatu ‘udzur. Maka dibolehkan selama ‘udzur itu ada, dan tidak dibolehkan kalau ‘udzur itu tidak ada.
Motivasi tersebut di atas, minimal ada empat macam pertimbangan yang dapat dijadikan alasan darurat, yaitu:
1) Memindahkan perkuburan karena akan ditempati mendirikan rumah sakit, merupakan pertimbangan hajat (Al-Haajah)
2) Memindahkan perkuburan karena akan ditempati bangunan sekolah atau pusat perbelanjaan, merupakan pertimbangan manfaat (Al-Manfa’ah)
3) Memindahkan pekuburan karena akan di mulai jalan raya atau di mulai pengiran merupakan pertimbangan keutamaan (Al-fudhuul):
4) Memindahkan pekuburan karena akan di tepati proyek tempat rekreasi atau taman hiburan , merupakan pertimbangan ketertiban atau keindahan (Az-Ziinah).
Maka jelas bahwa islam membolehkan memindahkan pekuburan kalau berhadapan dengan alasan-alasan tersebut di atas.
b. Ketentuan Hukum Tentang Pemindahan Mayat
Untuk menentukan keastian hukum mengenai pemindahan mayat, maka dapat dikemukakan pendapat Ulama Hukum Islam yang diterangkan oleh Sayyid Saabiq yang mengatakan:
يَحْرُمُ عِنْدَ الشَّافِعِيَّةِ نَقْلُ اْلمَيِّتِ مِنْ بَلَدٍ اِلى بَلَدٍ اِلاَّ اَنْ يَكُوْنَ بِقُرْبِ مَكَّةَ اَوِالْمَدِيْنَةِ اَوْبَيْتِ الْقْدِسِ, فَاِنَّهُ يَجُوْزُالنَّقْلُ اِلَى اِحْداى هذِهِ الْبِلاَدِ لِشَرَفِهَا وَفَضْلِهَا. وَلَوْاَوءصى بِنَقْلِهِ اِلى غَيْرِهذِهِ اْلاَمَاكِنِ اْلفَاضِلَةِ لاَتَنْفُذُ وَصِيَّتُهُ لِمَافِى ذلِكَ مِنْ تَأْخِيْرِدَفْنِهِ… وَعِنْدَ اْلمَالِكِيَّةِ: يَجُوْزُ نَقْلُهُ مِنْ مَكَانٍ اِلى مَكَانٍ اخَرَ, قَبْلَ الدَّفْنِ وَبَعْدَهُ لِمَصْلَحَةٍ, كَأَنْ يَخَافَ عَلَيْهِ اَنْ يَغْرَقَهُ اْلبَحْرُ اَوْيَأْكُلُهُ السَّبُعُ, اَوْلِزَيَارَةِ اَهْلِهَ لَهُ, اَوْلِدَفْنِهِ بَيْنَهُمْ, اَوْرَجَاءِبَرَكَتِهِ لِمَكَانِ اْلمَنْقُوْلِ اِلَيْهِ وَنَحْوِ ذلِكَ. فَانَّقْلُ حِيْنَئِذٍ جَائِذٌ مَالَمْ تَنْتَهِكْ حُرْمَةَ اْلمَيِّتِ بِانْفِجَارِهِ اَوْتَغَيُّرِهِ اَوْكَسْرِ عَظُمِهِ. وَعِنْدَ الْاَحْنَافِى: يَكْرَهُ النَّقْلُ مِنْ بَلَدٍ اِلى بَلَدٍ, وَيُسْتَحَبُّ اَنْ يُدْفَنَ كُلٌّ فِى مَقْبَرَةِ اْلبَلَدَ الَّتِى مَاتَ بِهَا, وَلاَبَأْسَ بِنَقْلِهِ قَبْلَ الدَّفْنِ نَحْوُمَيْلٍ اَوْمَيْلَيْنِ لِاَنَّ اْلمَسَافَةَاِلَى اْلمَقَابِرِقَدْتَبْلُغُ هذَاالْمِقْدَارَ وَيَحْرُمُ بَعْدَالدَّفْنِ اِلاَّ لِعُذْرٍكَمَاتَقَدَّمَ…..وَقَالَتِ الْحَنَابِلَةُ: يُسْتَحَبُّ دَفْنُ الشَّهِيْدِحَيْثُ قُتِلَ….فَأَمَّاغَيْرُهُمْ فَلاَ يَنْقُلُ الْمَيِّتَ مِنْ بَلَدٍاِلى بَلَدٍ اخَرَ اِلاَّلِغَرَضٍ صَحِيْحٍ, وَهذَامَذْهَبُ اْلاَوْزَاعِىِّ وَابْنِ اْلمُنْذِرِ….وَقَالَ اَحْمَدُ: مَااَعْلَمُ بِنَقْلِ الرَّجُلِ يَمُوْتُ فِى بَلَدٍ اِلى بَلَدٍاُخْرى بَأْسًا.
Artinya:
“hukum haram memindahkan mayat dari suatu daerah (negeri) kepada daerah yang lain, menurut pendapat ulama-ulama Syafi’iyah. Kecuali bila pemindahan itu untuk mendekati negeri mekkah, Madinah, atau Baital Maqdis. Maka boleh mamindahkannya ke salah satu negeri ini, karena kemuliaan dan kelebihannya. Meskipun mayat itu pernah mewasiatkannya agar dikuburkan di luar negeri yang mulia ini, mka wasiatnya tidak berlaku, sebagaiman halnya bila menunda pemakamannya. Menurut ulama-ulama Malikiyah; boleh memindahkannya dari suatu tempat kepada tempat yang lain, baik sebelum dimakamkan, maupun sesudahnya, karena pertimbangan mashalah (kebaikan). Misalnya dikhawatirkan akan digenangi air laut atau dimakan oleh binatang buas. Atau (dengan pertimbangan) agar dimudahkan diziarahi oleh keluarganya, atau diharapkan ada berkahnya di tempat mana ia dipindahkan dan sebagainya. Maka pemindahan (mayat) dengan maksud ini, boleh, selama tidak merusak kehormatan mayat, karena terputus-putusnya, berubahnya keadaanya, atau terpotong-potongnya tulangnya. Menurut ulama-ulama Hanafiyah, hukumnya makruh memindahkan (mayat) dari negeri kepada negeri yang lain, tetapi dimustahabkan agar dimakamkan di pekuburan negeri di mana ia meninggal. Dan tidak apa-apa bila ia dipindahkan sebelum dimakamkan, sejauh satu mil atau dua mil. Karena perjalanan menuju ke pakuburan itu, memang sesuai denga perkiraan (ketahanan mayat), maka sebenarnya haram (memindahkannya) sesudah dimakamkan, kecuali bila ada ‘udzur yang sama dengan terdahulu… ulama-ulama Hanaabilah Syahid di mana ia tewas. Adapaun (pendapat) yang lain, tidak membolehkan memindahkan mayat dari suatu negeri ke negeri yang lain, kecuali bila ada maksud yang baik. Maka inilah (penetapan) madzhab Al-Auzaa’iy dan Ibnil Mundzir.. Imam Ahmad bin Hanbal (sendiri) berkata: saya tidak mengetahui, (bahwa ada aspek keburukannya bila) memindahkan mayat seseorang, di suatu negeri kepada negeri yang lain.
Dari pendapat-pendapat yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1) Ulama-Ulama Syafi’iyah mengatakan; bahwa diharamkan memindahkan mayat yang telah dikuburkan, kecuali ke negeri Mekkah, Madinah dan Baital Maqdis, walaupun telah diwasiatkannya. Maka harus dikubukan dimana ia meninggal, dan tidak boleh menundanya.
2) Ulama-Ulama Malikiyah mengatakan; bahwa boleh memindahkan mayat dari tempat di mana dia meninggal, baik sebelum dikuburkan, maupun sesudahnya karena pertimbangan mashlahah, baik kemaslahatan mayat, maupun kemaslahatan orang hidup, termsuk keluarga-keluarganya, kecuali bila dikhawatirkan tercecer anggota tubuhnya bila di angkat.
3) Ulama-Ulama Hanafiyah mengatakan: bahwa dimakruhkan memindahkan mayat, dan dimustahabkan menguburkan di mana ia meninggal. Bila belum dikuburkan, boleh dimakamkan di luar daerah yang ditempati meninggal, sejauh kurang-lebih sampai dua mil
4) Ulama-Ulama pengikut hanbali mengatakan: bahwa dimustahabkan menguburkan Syahid di tempat ia tewas. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal sendiri boleh memindahkan mayat ke tempat yang lain, asalkan bukan Syahid
5) Pengikut Madzhab Al-Auzaa’iy dan Ibnil Mundzir mengatakan: bahwa tidak boleh memindahkan mayat ke daerah yang lain, kecuali bila ada maksud-maksud tertentu.
Dari beberapa pendapat tersebut, penulis memilih pendapat yang mengharamkannya bia tidak ada unsur mashlahatnya, baik untuk mayat itu sendiri, maupun orang hidup. Dan membolehkannya bila terdapt unsur-unsur itu. Karena orang hiduplah yang harus memperhatikan kemashlahatan mayat, namun tidak boleh menyulitkan orang hidup. Jadi bila orang hidup merasa sulit bila tidak mengadakan pemindahan mayat, maka dalam islam dibolehkan, asalkan tetap menjaga kehormatan mayat misalnya:
1) Tidak mengadakan pemindahan ketika diperkirakan mayat itu masih sedang membusuk di kuburnya
2) Diadakan pemindahan bila tinggal tulang-tulangnya yang belum termakan tanah, maka tulang-tulang itulah yang dipindahkan ke tempat lain, lalu dikuburkan sebagaimana cara menguburkan mayat yang baru meninggal
Maka di sinilah terlihat perhatian Hukum Islam terhadap orang hidup, meskipun berhadapan dengan penetapan hukum yang berkaitan dengan orang yang sudah meninggal.