Sidang Itsbat, Rukyat Tradisional dan Modern
Sidang Itsbat selalu diadakan menjelang penentuan awal bulan ramadhan dan satu syawal. Meski Indonesia bukan merupakan sebuah negara Islam meskipun mayoritas rakyatnya penganut agama Islam. Namun berdasarkan firman Allah dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ mendudukan “penguasa umat Islam” sebagai pemegang mandat syar’i untuk menegakkan kebenaran dalam ranah ijtihadi. Berikut firman Allah tersebut :
يَـٰٓأَيُّہَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِى ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَـٰزَعۡتُمۡ فِى شَىۡءٍ۬ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِۚ ذَٲلِكَ خَيۡرٌ۬ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلا
Wahai orang-orang yang beriman kepada ajaran yang dibawa Muhammad, taatilah Allah, rasul-rasul- Nya dan penguasa umat Islam yang mengurus urusan kalian dengan menegakkan kebenaran, keadilan dan melaksanakan syariat. Jika terjadi perselisihan di antara kalian, kembalikanlah kepada al-Qur’ân dan sunnah Rasul-Nya agar kalian mengetahui hukumnya. Karena, Allah telah menurunkan al-Qur’ân kepada kalian yang telah dijelaskan oleh Rasul-Nya. Di dalamnya terdapat hukum tentang apa yang kalian perselisihkan. Ini adalah konsekwensi keimanan kalian kepada Allah dan hari kiamat. Al-Qur’ân itu merupakan kebaikan bagi kalian, karena, dengan al-Qur’ân itu, kalian dapat berlaku adil dalam memutuskan perkara-perkara yang kalian perselisihkan. Selain itu, akibat yang akan kalian terima setelah memutuskan perkara dengan al-Qur’ân, adalah yang terbaik, karena mencegah perselisihan yang menjurus kepada pertengkaran dan kesesatan. (59)
Sidang Itsbat dan Ketegasan Negara
Memang Indonesia tidak secara formal menganut kontitusi Islam formal, namun keadaan Indonesia dengan mayoritas penduduknya yang beragama Islam itulah menjadi titik relevansi ayat diatas bahwa negara memiliki ruang ijtihad yang legal untuk mendistorsi kemungkinan perselisihan dikalangan umat Islam. Sidang Itsbat muncul sebagai medium untuk mempertemukan metode penanggalan hijriah yang pada akhirnya berujung pada metode kriteria penentuan awal ramadhan, syawal, dan dzulhijjah. Jika pun pada titik ekstrim Negara keliru dalam ijtihad, tetap dianggap benar karena Negara memiliki mandat hukum berijtihad.
Sejatinya penentuan awal bulan ramadhan dan syawal adalah dengan cara penginderaan ( melihat langsung ) bukan asumsi teoritis bahwa bulan sudah ada :
Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda :
لا تصوموا حتى تروا الهلال ، ولا تفطروا حتى تروه ، فإن غمى عليكم فاقدرواله
” Jangan kalian berpuasa sampai kalian melihat hilal, dan jangan berbuka sampai melihatnya lagi, jika bulan tersebut tertutup awan, maka sempurnakan bulan tersebut sampai tiga-puluh.” (HR Muslim).
Sidang Itsbat, Rukyat dan Keterjebakan Modernitas
Puasa adalah ibadah yang sangat berat, karena melibatkan seluruh panca indera. Tentu diperlukan kontrol pribadi yang sangat ketat sebagaimana yang kita pahami bahwa puasa untuk Allah, dan Allah yang menilai langsung ibadah kita.
Sidang Itsbat diharapkan menjadi sarana penyamaan persepsi tentang teks, definisi, dan metode tanpa harus menghakimi mana yang terbaik dan modern. Karena sesungguhnya pangkal dari perbedaan ini karena pemaknaan modernitas dalam penerapan sebuah metode dan kriteria penetapan awal ramadhan, syawal, dan dzulhijjah. Dulu ketika masih sama-sama tradisional semua organisasi masyarakat (ormas) Islam tidak ada perbedaan, dan selalu mengawali puasa dan lebaran bersama.
Perlu diperhatikan dalam sidang itsbat ini adalah orang muslim yang tidak melaksanakan puasa pada bulan ramadhan. Karena sebagai Negara yang penduduknya mayoritas muslim selalu kita lihat ada saja yang tidak melaksanakan ibadah puasa tanpa udzur yang jelas, mempertontonkan diri dan memfasilitasi agar tidak melaksanakan ibadah puasa. Wallahu A’lam
====
silahkan like FB Fanspage ponpesalbadar dan follow twitter ponpesalbadar
====