Talfiq secara bahasa berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud dengan talfiq secara syar’i adalah mencampur-adukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut.
Syaikh Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan:
(الخامس) عدم التلفيق بأن لايلفق في قضية واحدة ابتداء ولادوامابين قولين يتولدمنهماحقيقة لايقول بهاصاحبهما
“(syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang berpendapat.”
(Kitab Tanwir al-Qulub hal 397)
Larangan Melakukan Talfiq
Talfiq adalah melakukan suatu perbuatan atas dasar hukum yang merupakan gabungan dua madzhab atau lebih. Contohnya sebagai berikut:
a. Seseorang berwudlu menurut madzhab Syafi’I dengan mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahram-nya), dan langsung shalat dengan mengikuti madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudlu. Perbuatan ini disebut talfiq, karena menggabungkan pendapatnya Imam Syafi’I dan Hanafi dalam masalah wudlu. Yang pada akhirnya, kedua Imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan itu merupakan pendapatnya. Sebab, Imam Syafi’I membatalkan wudlu seseorang yang menyentuh kulit lain jenis. Sementara Imam Hanafi tidak mengesahkan wudlu seseorang yang hanya mengusap sebgaian kepala.
b. Seseorang berwudlu dengan mengusap sebagian kepala, atau tidak menggosok anggota wudlu karena ikut madzhab imam Syafi’i. lalu dia menyentuh anjing, karena ikut madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa anjing adalah suci. Ketika dia shalat, maka kedua imam tersebut tentu sama-sama akan membatalkannya. Sebab, menurut Imam Malik wudlu itu harus dengan mengusap seluruh kepala dan juga dengan menggosok anggota wudlu. Wudlu ala Imam Syafi’I, menurut Imam Malik adalah tidak sah. Demikian juga anjing menurut Imam Syafi’i termasuk najis mughallazhah (najis yang berat). Maka ketika menyentuh anjing lalu shalat, shalatnya tidak sah. Sebab kedua imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan itu.
Talfiq semacam itu dilarang agama. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab I’anah al-Thalibin:
ويمتنع التلفيق في مسئلة كأن قلدمالكا في طهارة الكلب والشافعي في بعض الرأس في صلاة واحدة
“Talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam sucinya anjing dan ikut Imam Syafi’I dalam bolehnya mengusap sebagian kepala untuk mengerjakan shalat.”
(Kitab I’anah al-Thalibin juz 1 hal 17)
Sedangkan tujuan pelarangan itu adalah agar tidak terjadi tatabbu’ al-rukhash (mencari yang mudah), tidak memanjakan umat Islam untuk mengambil yang ringan-ringan. Sehingga tidak akan timbul tala’ub (main-main) di dalam hukum agama. Atas dasar ini maka sebenarnya talfiq yang dimunculkan bukan untuk mengekang kebebasan umat Islam untuk memilih madzhab. Bukan pula untuk melestarikan sikap pembelaan dan fanatisme terhadap madzhab tertentu. Sebab talfiq ini dimunculkan dalam rangka menjaga kebebasan bermadzhab agar tidak disalahpahami oleh sebagian orang.
Demikian artikel mengenai Talfiq, Campur Aduk Mazhab, semoga bermanfaat.