Isyarat akan Wafatnya KH. Abd. Rahman Ambo Dalle
Isyarat bahwa al-Mukarram Gurutta semakin dekat akan kembali ke Rahmatullah dapat disimak dari beberapa ungkapan yang disampaikan oleh Gurutta pada kesempatan tertentu, baik kepada santri maupun kepada beberapa tokoh DDI. Isyarat itu semakin jelas ketika Hj. Puang Marhawa, isteri beliau, meninggal dunia. Ketika itu, Gurutta menyuruh H. Muh. Hambali, B.A dan K.H. Muhammad Iskandar S, B.A untuk menjumpai pimpinan Pondok Pesantren Lil Banat DDI Ujung Lare, Parepare, yakni Abd. Muiz Kabry, untuk menyampaikan keinginan Gurutta agar almarhumah dimakamkan dalam lingkungan Pondok Pesantren Lil Banat DDI (sebelah Barat masjid).
Menjawab maksud kedua utusan itu, Abd. Muiz Kabry mengatakan bahwa, “bahwa yang paling berhak menentukan boleh tidaknya almarhumah, isteri Gurutta, dimakamkan dalam kawasan Pondok Pesantren Lil Banat DDI adalah Gurutta sendiri”.
Dalam pembicaraan antara Abd. Muiz Kabry dengan kedua orang utusan itu sempat juga terbentuk pemahaman bahwa, sebenarnya ada maksud yang lain dari keinginan Gurutta untuk memakamkan almarhumah dalam lingkungan Pondok Pesantren Lil Banat DDI. Gurutta berharap, kelak jika ajal datang menjemputnya juga dimakamkan dalam lingkungan Pondok Pesantren Lil Banat DDI Ujung Lare, di samping makam isterinya. Bukankah beberapa informasi yang menyatakan bahwa Gurutta kurang berkenan dimakamkan di Kaballangan, karena Gurutta tidak ingin makamnya dikeramatkan sebagaimana kuburan “Bulu’ Nenek” yang berlokasi dipegunungan dekat Pesantren DDI Kaballangan.
Di saat kondisi fisik Gurutta semakin menurun akibat sakit keras yang dideritanya, Abd. Muiz Kabry beberapa kali mengingatkan kepada K.H. Iskandar, S B.A, sekiranya ajal Gurutta tiba, maka harapan Gurutta untuk dimakamkan berdampingan dengan makam isterinya harus disampaikan kepada ahli warisnya. Pesan yang sama juga Abd. Muiz Kabry senantiasa sampaikan kepada Drs. H. Muh. Arief Fasieh (Ketua Lembaga Tarbiyah PB DDI) supaya keinginan Gurutta dimakamkan di samping makam isterinya disampaikan kepada anak-anaknya atau ahli warisnya.
Sebenarnya keinginan Gurutta untuk dimakamkan dalam lingkungan Pondok Pesantren DDI di Ujung Lare telah dibicarakan beberapa kali bersama K.H.M Yusuf Hamzah, Abd. Muiz Kabry, dan Gurutta sendiri. Suatu ketika, ketiganya duduk di dalam Masjid Ar-Radiyah (Masjid Pesantren DDI Ujung Lare) dan dengan serius mereka membicarakan tentang tempat pemakaman jika tiba waktunya ajal datang menjemput tokoh-tokoh DDI, termasuk Gurutta sendiri. Pada kesempatan itu, K.H. M. Yusuf Hamzah mengusulkan, ada baiknya kalau lokasi pemakaman itu nantinya bertempat di sebelah utara Masjid Ar-Radiyah”. Lokasi ini sekarang ditempati sebagai lokasi Asrama Ummi Kaltsum Pesantren DDI Lil Banat. Tofografi lokasi yang dimaksud oleh K.H. M. Yusuf Hamzah cukup rendah dan tidak punya peresapan yang memadai, sehingga digenangi air pada musim penghujan. Selain itu, juga rimbun dengan rumput alang-alang. Berdasarkan pada kondisi yang demikian itu, maka waktu itu Abd. Muiz Kabry mengusulkan, “apa tidak sebaiknya dibagian arah kiblat masjid, karena lokasinya cukup tinggi dan tidak digenangi air pada saat musim hujan. Tambahan pula, juga memudahkan para santri untuk mensiarahinya dan membacakan surah al-Fatihah kepada arwah tokoh-tokoh DDI yang dimakamkan dalam kompleks itu”. Usul dan pertimbangan yang diajukan oleh Abd. Muiz Kabry rupanya disetujui oleh Gurutta. Katanya dalam Bahasa Bugis, “coco’ni, akkoniro”, maksudnya: setuju, di situ saja. Lanjut Gurutta, “jika saya tidak meninggal di tanah suci, saya juga dimakamkan di situ bersama tokoh-tokoh DDI lainnya. Jangan kiranya saya dimakamkan di Kaballangan, sebab saya kuatir kelak kuburan saya dikeramatkan oleh orang-orang di sana”.
Ketika K.H. M. Yusuf Hamzah meninggal, di antara keluarganya ternyata ada yang berkeinginan agar beliau dimakamkan di Makassar atau di Soppeng sebagai tempat kelahirannya. Waktu itu, K.H. Zainuddin Badu (menantu almarhum) yang juga pernah mendengar cerita tentang keinginan beliau dimakamkan dalam lingkungan Pondok Pesantren DDI Lil Banat Ujunglare, atas nama keluarga besar K.H. Muh. Yusuf Hamzah menanyakan kepada Abd. Muiz Kabry perihal kebenaran cerita itu. Tidak menambah dan tidak mengurangi, Abd. Muiz Kabry lalu menceritakan kembali kepada K.H. Zainuddin Badu tentang dialog yang pernah terjadi antara dirinya dengan Gurutta K.H. Abd. Rahman Dalle dan K.H. Muh. Yusuf Hamzah. Kiranya, berdasarkan cerita ini sehingga keluarga besar almarhum K.H. M. Yusuf Hamzah sepakat memakamkan beliau di tempatnya yang sekarang, yakni di sebelah barat Masjid Ar-Radiyah.
Ketika K.H. Harun Al-Rasyid meninggal dunia, juga tokoh DDI, melalui K.H. Sanusi Baco keluarga almarhum meminta izin kepada Abd. Muiz Kabry selaku pimpinan Pondok Pesantren DDI Lil Banat agar almarhum dapat dimakamkan dalam lingkungan Pondok Pesantren di Ujung Lare itu. K.H. Sanusi Baco menyampaikan berita duka itu ketika Abd. Muiz Kabry sedang berada di Kantor Fakultas Tarbiyah, IAIN Parepare. Waktu itu Gurutta K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle sedang berada di tanah suci, karenanya Abd. Muiz Kabry menyarankan kepada K.H. Sanusi Baco, “sebaiknya segera menghubungi K.H. Muh. Abduh Pabbajah, karena bagi saya tidak ada masalah”. Atas persetujuan K.H. Muh. Abduh Pabbajah sehingga almarhum K.H. Harun Al-Rasyid dimakamkan pula pada lokasi pemakamannya yang sekarang.
Pada waktu Dra. Hj. Siti Syamsiah Razak menderita sakit keras, salah seorang tokoh perempuan ummahat DDI, beliau sempat berpesan agar dimakamkan di tempat pemakamannya yang sekarang ini. Pesan ini disampaikan oleh Abd. Muiz Kabry kepada Gurutta K.H. Abd. Rahman Ambo Dalle. Atas persetujuan Gurutta, maka almarhumah pun dimakamkan dalam lingkungan kampus Pesantren Putri DDI Lil Banat Ujung Lare, Parepare.
Selain mereka yang disebutkan di atas, pernah juga dimintakan oleh keluarganya untuk dimakamkan dalam lingkungan Pondok Pesantren DDI Lil Banat adalah Drs. K.H. Abd. Malik Hakim dan K.H. Mahbub. Masing-masing permintaan ini disampaikan oleh Abd. Muiz Kabry kepada K.H. Muh. Abduh Pabbajah, karena beliaulah yang tahu seluk-beluk dan eksistensi tanah Pondok Pesantren DDI di Ujung Lare. Ada beberapa pertimbangan yang mendasari sehingga K.H. Muh. Abduh Pabbajah kurang berkenan menerima kedua permintaan itu.
====
silahkan like FB Fanspage ponpesalbadar dan follow twitter @ponpesalbadar
====