Breaking News
Home / Ulumuddin / Pengertian dan Syarat Ijtihad

Pengertian dan Syarat Ijtihad

Pengertian dan Syarat Ijtihad

Ijtihad secara maknawi adalah upaya mengerahkan seluruh kemampuan dan potensi untuk sampai pada suatu perkara atau perbuatan.

الاِجْتِهَادُ مَعْنَاهُ بَذْلَ غَايَةِ الجُهْدِ فِى الْوُصُوْلِ إلَى أَمَرٍ مِنَ الْعُمُوْرِ, أَو فِعْلٍ مِنَ الأَفْعَالِ

Ijtihad menurut ulama Ushul adalah usaha seorang yang ahli fiqh yang menggunakan seluruh kemampuannya untuk menggali hukum yang bersifat amaliyah (praktis) dari dalil-dalil yang terperinci.

بَذْلُ الْفَقِيْهُ وَسْعُهُ فِى اِسْتِنْبَاطِ الأَحْكَامِ الْعَلَمِيَّةِ مِنْ أَدِلّتِهَا التَّفْصِيْلِيَةِ

ijtihadUlama yang lain memberikan definisi ijtihad adalah usaha mengerahkan seluruh tenaga dan segenap kemampuannya, baik dalam menetapkan hukum-hukum syara’ maupun untuk mengamalkan dan menerapkannya. Demikian menurut ulama ahli Ushul.

اِسْتِفْرَاغُ الْجُهْدِ وَبَذْلُ غَايَةِ الْوَسْعِ, إِمَّا فِى اِسْتِنْبَاطِ الأَحْكَامِ الشَّرْعِيَةِ وَإِمَّا فى تَطْبِيْقِهِمَا

Dari pengertian tentang ijtihad sebagaimana disebutkan di atas, maka ijtihad mengandung dua faktor:

  1. Ijtihad yang khusus untuk menetapkan suatu hukum dan penjelasannya.
  2. Ijtihad khusus untuk menerapkan dan mengamalkan hukum.

Syarat-syarat Ijtihad

Menguasai bahasa Arab

 اَلعِلِمُ بِالْعَرَبِيَّةِ

Ulama Ushul telah menyepakati bahwa mujtahid disyaratkan harus menguasai bahasa Arab, karena al-Quran diturunkan – sebagai sumber syari’at – dalam bahasa Arab. Demikian juga dengan Sunnah yang berfungsi sebagai penjelas dari al-Quran, juga tersusun dengan bahasa Arab.

Kriteria penguasaan bahasa Arab seorang mujtahid menurut Imam Ghazali adalah : seorang mujtahid harus mampu memahami ucapan orang Arab dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam pemakaian bahasa Arab di kalangan mereka. Sehingga ia bisa membedakan antara ucapan yang sharih, zhahir, dan mujmal; hakekat dan majaz; yang umum yang khusus; muhkam dan mutasyabih; muthlaq dan muqayad, nash serta mudah atau tidaknya dalam pemahaman.

Mengerti dan Memahami nasakh dan mansukh  

اَلْعِلْمُ بِالْقُرْاَنِ نَاسخُهُ وَمَنْسُوْخَهُ

Syarat ini telah disyaratkan oleh imam Syafi’i dalam kitabnya ar-Risalah, sebagaimana ia mensyaratkan kemampuan berbahasa Arab. Persyaratan ini didasarkan kepada kedudukan dan nilai al-Quran sebagai pedoman dan sumber utama syari’at yang bersifat abadi sampai hari qiamat. Karena ilmu yang terkandung di dalamnya begitu luas, sampai-sampai Ibnu Umar mengatakan bahwa :

مَنْ جَمَعَهُ فَقَدْ جَمَعَ النُّبُوَّةِ

“Barangsiapa menguasai al-Quran, sesungguhnya ia telah membawa misi kenabian (nubuwwah).

Para ulama berpendapat bahwa seorang mujtahid harus mengerti secara mendalam ayat-ayat yang membahas tentang hukum  yang terdapat dalam al-Quran yang jumlahnya kira-kira ada 500 ayat. pengetahuannya terhadap ayat-ayat tersebut harus mendalam sampai  pada yang khas dan ‘am serta takhshish yang datang dari as-Sunah. Demikian juga harus mengerti ayat-ayat yang dinasakh hukumnya berdasarkan teori bahwa pada ayat-ayat al-Quran itu terdapat ayat yang menasakh dan yang dinasakh. Dengan menguasai ayat-ayat hukum tersebut, seorang mujtahid juga harus mengerti meskipun secara global isi ayat-ayat yang lain merupakan suatu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisah-pisahkan satu bagian dengan bagian yang lain. Sebagaimana Imam Asnawi mengatakan : Sesungguhnya untuk mengetahui perbedaan antara ayat-ayat hukum dengan ayat lainnya harus mengerti keseluruhannya.”

Mengerti Sunnah (Hadits)

اَلْعِلْمُ بِالسُّنَّةِ

Syarat ini telah disepakati secara bulat oleh para ulama, bahwa seorang mujtahid  harus mengerti betul tentang sunnah, baik qauliyah (perkataan), fi’liyah (perbuatan), maupun taqririyah (ketetapan), minimal pada setiap pokok masalah (bidang) menurut pendapat bahwa ijtihad itu bisa dibagi pembidangannya. Menurut pendapat yang menolak adanya pembidangan dalam ijtihad, maka seorang mujtahid harus menguasai seluruh Sunnah yang mengandung hukum taklifi, dengan memahami isinya serta menangkap maksud hadits dan kondisi yang melatarbelakangi datangnya suatu hadits. Mujtahid juga harus mengetahui nasakh dan mansukh dalam Sunnah, ‘am dan khasnya, muthlaq dan muqayadnya, takhshish dan yang umum. Demikian juga harus mengerti alur riwayat dan sanad hadits, kekuatan perawi Hadits, dalam arti mengetahui sifat dan keadaan perawi Hadits yang menyampaikan Hadits-hadits Rasulullah s.a.w.

Mengetahui letak ijma’ dan khilaf

مَعْرِفَةُ مَوَاضِعِ الاِجْمَاعِ وَمَوَاضِعِ الْخِلاَفِ

Dengan mengetahui letak ijma’ yang telah disepakati para ulama salaf, maka seorang mujtahid diharuskan juga mengetahui ikhtilaf (perbedaan pendapat) yang terjadi di antara fuqaha, misalnya perbedaan pendapat serta metode antara ulama Fiqh di Madinah dan Ulama Fiqh di Irak. Dengan demikian, mujtahid secara rasional akan mampu membeda-bedakan antara pendapat yang shahih dengan yang tidak shahih, kaitan dekat atau jauhnya dengan sumber al-Quran dan hadits. Imam Syafi’i mewajibkan seorang mujtahid memiliki kemampuan demikian, sebagaimana dijelaskan dalam kitabnya ar-Risalah.

Mengetahui Qiyas

مَعْرِفَةُ الْقِيَاسِ

Imam syafi’i mengatakan, bahwa ijtihad itu sesungguhnya adalah mengetahui jalan-jalan qiyas. Bahkan, dia juga mengatakan bahwa ijtihad itu adalah qiyas itu sendiri. Oleh sebab itu, seorang mujtahid harus mengetahui perihal qiyas yang benar. Untuk itu, dia harus mengatahui hukum-hukum asal yang ditetapkan berdasar nash-nash sebagai sumber hukum tersebut, yang memungkinkan seorang mujtahid memilih hukum asal yang lebih dekat dengan obyek yang menjadi sasaran ijtihadnya.

Pengetahuan tentang qiyas demikian memerlukan mujtahid mengetahui tiga hal, yaitu:

  1. Mengetahui seluruh nash yang menjadi dasar hukum asal beserta ‘illatnya untuk dapat menghubungkan dengan hukum furu’ (Cabang).
  2. Mengetahui aturan – aturan qiyas dan batas-batasnya, seperti tidak boleh mengqiyaskan dengan sesuatu yang tidak bisa meluas hukumnya, serta sifat-sifat ‘illatnya sebagai dasar qiyas dan faktor yang menghubungkan dengan furu’.
  3. Mengetahui metode yang dipakai oleh ulama salafusshalih dalam mengetahui ‘illat-‘illat hukum dan sifat-sifat yang dipandang sebagai prinsip penetapan dan penggalian hukum fiqh.

Sedangkan dalam Kitab Al-Bayan dijelaskan bahwa syarat ijtihad yaitu :

  1. Mengetahui dan memahami nash Al-Qur’an dan Hadits.
  2. Menguasai bahasa arab agar memungkinkan melakukan penafsiran terhadap teks
  3. Menguasai Ilmu Ushul Fiqh dan ilmu lainnya.
  4. Mengetahui ilmu nasakh dan mansukh.

Demikian tulisan mengenai Pengertian dan Syarat Ijtihad, semoga bermanfaat.

Maraji’ :

Abu Zahrah , Ushul Fiqh, Darul Fikr Araby

Abdul Hamid Hakim, Al-Bayan Juz II.

 
====

Silahkan like FB Fan Page Facebook atau follow Twitter

====

Facebook Comments Box

Review Overview

Pengertian dan Syarat Ijtihad

User Rating: Be the first one !

Check Also

Hukum Memakai Rambut Palsu atau Wig

Perkembangan sosial tentu diikuti model gaya hidup yang semakin berkembang pula, berikut pula cara berpenampilan. …